Musik

Minggu, 23 Maret 2014

PERAN PONDOK PESANTREN MEMBINA KEPRIBADIAN MANUSIA



Oleh: Sayd Nursiba
BAB I
Pendahuluan
A.     Latarbelakang
Pondok pesantren termasuk lembaga pendidikan non-formal yang banyak terdapat di Indonesia. Hal ini juga diakui  sebagai bagian dari sistim pendidikan sebagaimana disebut dalam U.U. Pendidikan NO. 2 tahun 1989.1  pesantern disebut sebagai lembaga non-formal karena eksistensinya berada dalam jalur pendidikan kemasyarakatan. Pesantern memiliki program-program pendidikan yang disusun sendiri yang pada umumnya bebas dari ketentuan formal. Kyai dan para asistennya bersama-sama mengawasi secara langsung lingkungan kehidupan asrama dalam melaksanakan program penddikan  ini. Dengan demikian, pasantren bukan hanya tempat belajar mengajar, melainkan proses hidup itu sendiri.2


Keberadaan manusia sejak lahir memiliki kualitas yang berbeda dari mahluk Tuhan lainnya baik secara fisik maupun non-fisik. Keadaan manusia sama sekali kurang matang dan dalam proses pertumbuhannya ia harus bergantung kepada sesamanya atau orang lain di sekitarnya.3
Dalam proses mencapai perkembangan dan kematangan ini sering terjadi dan konflik dalam diri individu. Dengan adanya konflik itu membuktikan bahwa didalam diri manusia selalu terdapat perjuangan untuk membentuk dan merubah diri supaya bias menjadi individu yang lebih baik. Karena pada dasarnya manusia itu telah diberi potensi baik dan buruk dalam dirinya serta kebebasan untuk memilih dan mengaktulisasikan dua potensi itu.
Dalam mengembangkan dua potensi tersebut manusia lebih berpotensi besar untuk dipengaruhi, diterpa dan dibentuk oleh kondisi lingkungannya, karena perkembangan hidup manusia tidak hanya ditentukan oleh pengalaman pribadinya, akan tetapi lebih banyak ditentukan oeh kemammpuanya belajar dan menerima pembelajaran. Proses ini dilakukan untuk mengembangkan dan mempersiapkan seseorang untuk kehidupan dunia dan akhiratnya.
1 Khatib Ahmad Santhut, menumbuhkan sikap social, moral dan spiritual anak dalam keluarga muslim, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), hlm.3.
2 Muhammad Rofangi, Posisi Kyai Dalam Pengembangan Tradisi Pesantren, dala: Religius Iptek,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm .169.
3 Sujarwa, Manusia Dan Fenomena Budaya,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999), hlm.


Agama adalah kebutuhan ruh yang utama pada diri manusia, maka sejak dini proses mengembangkan dan mempersiapkan  diatas dapat ditanamkan pada diri manusia yang teraktualisasikan dalam bentuk ibadah. Kesadaran beragama ini aharus menjadi frame bagi kehidupan manusia untuk menjiwai hidup berbudaya, berekonomi, berpolitik, bersosial, dan beretika.4  
Seseorang yang sejak awal dikenalkan nilai-nilai agama maka diharapkan corak kepribadianya terakualisasikan dalam bentuk tingkah laku fisik maupun psikis sebagai wujud jiwa yang berkepribadian islami. Sebab, nilai-nilai agama berperan penting dan merupakan unsur yang terpenting membentuk sikap mental bagi seseorang.
Yang mengemban tugas mewujudkan semua itu adalah lembaga formal, informal, non-formal. Kembali lagi pada pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan non-formal. Peran penting pondok pesantren yang patut diperhatikan, yakni sebagai alat tansformasi kultur yang menyeluruh dalam kehidupan masyarakat. Jawaban terhadap panggilan keagamaan dan pengayoman serta mendukung kepada manusia yang bersedia menjalankan perintah agama dan mengatur hubungan antar mereka merupakan latar berdirinya pesantren.
Pesantren juga lembaga pendidikan islam yang mengajarkan kitab-kitab islam besar dan klasik kepada para santri. Disini para santri  dapat mengembangkan intelektual dan wawasan pengetahuan terhadap agama dengan mendasarkan kitab-kitab yang diajarkan di pondok pesantren. Dengan demikian, pesantren merupakan pusat intelektual tersendiri.5
Kebiasaan dalam kehidupan islami memungkinkan terbentuknya pengalaman hidup yang baik bagi para santri. Maka penerapan pendidkan aktual di asrama dibawah bimbingan kyai dan para asistennya, nilai-nilai keagamaan yang diterapkan di pondok pesantren dalam mewujudkan itu akan menjadi kebiasaan hidup yang mendasar bagi para santri. Dengan cara demikian, setiap santri nantinya diharapkan tidak terpengaruh dengan akibat negatif dari perubahan sosial sebagai konsekuensi proses modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo,2000), hlm. 89.
5  M. Nashihin, Dinamika Pesantren, (Jakarta: P#M, 1998), hlm. 10.


Di era modern ini terlihat gejala-gejala perubahan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat kita diantaranya:
1.      Pola hidup dari yang semula bersifat sosial relijius cenderung bergeser kearah pola kehidupan yang individual-matrealistik dan sekuler.
2.      Pola hidup sederhana dan produktif cenderung kearah pola hidup mewah dan konsumtif.
3.      Nilai-nilai agama dan tradisional masyarakat cenderung berubah menjadi nilai-nilai modern yang bercorak sekuler dan serba boleh(permissive society). 6
Untuk menghadapi pergeseran nilai-nilai ini , maka diharapkan pesantern dapat menjadi salah satu dari sekian banyak sisitem yang mampu mewujudkan generasi bangsa yang berkualitas serta menjadi manusia yang berilmu dan bertaqwa kepada Allah SWT. 

6 Dadang Hawari, Al-Qur’an ilmu kedokteran dan kesehatan jiwa, ( yohyakarta: PT. Dana Bhakti Prima   Yasa, 1999), hlm. 9.


















BAB II
PEMBAHASAN
A.     Kolam kepribadian
1.      Pengertian kepribadian

Jalaludin dalam buku psikologi agama menerangkan, istilah-istilah yang dikenal dalam kepribadian adalah
a)      Mentality, yaitu situasi mental yang dihubungkan dengan mental ata intelektual
b)      Individuality, yaitu sifat khas seseorang yang menyebabkan seseorang mempunyai sifat berbeda dari orang lain.
c)      Identity, yakni sifat kedirian sebagai suatu kesatuan dari sifat-sifat mempertahankan dirinya terhadap sesuatu dari luar.7

Menurut Prof. Kohnstam bahwa dalam kepribadian manusia terkumpul beberapa aspek yang terintegrasi, berupa;
1)      Keyakinan hidup yang dimiliki seseorang: filsafat, keyakinan, cita-cita, sikap dan cara hidupnya.
2)      Keyakinan mengenai diri: perawakan jasmani, sifat psikis, emosi, intelejensi, kemauan, kemampuan bergaul, memimpin dan bersatu.
3)      Keyakinan mengenai kemampuan diri; status diri dalam keluarga dan masyarakat, status social berdasarkan keturunan dan historis.8
Atau dengan kata lain kepribadian itu menggambarkan tentang keseluruhan kualitas jiwa baik yang diwarisi dari oran tua atau leluhur, maupun diperoleh melalui pengalaman hidup.9 keduanya memberikan kekhususan dan keunikan yang mebedakan seorang pribadi dan pribadi yang lain. Sebab, kepribadian manusia merupakan aktualisasi proses kehidupan yang bebas, terintegrasi sacara social dan yang menyadari keberadaan jiwanya.       
7 Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 149.
8 Ibid
9 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam: Menuju Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 103.
1.

2.      Konsep Islam tentang kepribadian
Islam memandang beberapa aspek jiwa mempengaruhi tindakan. Aspek jiwa tersebut ialah:
a.      Kalbu
Kalbu merupakan materi organic yang memiliki sisitem kognisi emosi.
Al-Ghazali berpendapat bahwa kalbu memiliki insting yang disebut dengan an-nur al-ilahiyah (cahaya ketuhanan) dan al-bashirah al-bathiniyah (mata batin) yang memancarkan keimanan dan keyakinan.      
Zamakhsyary menegaskan bahwa kalbu diciptakan Allah dengan fitrah asalnya dan memiliki kecenderungan untuk memnerima kebenaran dari-Nya. Kalbu ini berfungsi sebagai pemandu, pengontrol dan pengendali struktur nafs yang lain.10
Daya emosi ada yang positif dan aa yang negative. Emosi posited misalnya cinta, riang, percaya (iman), tulus (ikhlas). Sedangkan emosi negative seperti benci, sedih, ingkar (kufur), mendua (nifaq). Daya emosi kalbu dapat teraktualisasikan melalui rasa intelektual, rasa indrawi, rasa etika, rasa estetika, rasa rasional, rasa ekonomi, dan rasa relijius.
b.      Akal
Akal meruoakan daya berfikir manusia untuk memperoleh pengetahuan yang rasional dan dapat menentukan eksistensi manusia. Akal secara psikologis memiliki funsi kognisi ( daya cipta). Kognisi adalah suatu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengalaman kognisi yang meliputi: memlihat, memperhatikan, mengamati, berpendapat, berimajinasi, memperediksi, menduga, mengasumsikan, mempertimbangkan, dan melinilai.11  sedangkan menurut islam akal merupakan ikatan yang terdiri dari tiga unsure: yaitu pikiran, perasaan, dan kemauan.12


10 abdul Mujib dan Mudzakir , Op.cit, hlm. 48.
11 Ibid, hlm. 53.
12  Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori suroso, psikologi Islami: solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hlm 158.

2.

c.       Nafsu
Arti nafsu yang pertama, yakni dorongan agresif (ganas) dan dorongan erotic (birahi) yang menjadi sumber malapetaka atau kekacauan bila tak-terkendali.
Adapu arti yag kedua, yakni dorongan lembut dan tenag serta diundang oleh Tuhan untuk masuk ke dalam surge.13
Nafsu dalam arti psikologi lebih dikenal dengan sebutan konasi (daya karsa). Konasi (kemauan) adalah bereaksi, berbuat, berusaha, bekemauan, dan berkehendak. Aspek konasi kepribadian dilandasi dengan tingkah laku yang bertujuan untuk berbuat.14
3.      Faktor yang mempengaruhi keprbadian
a.      Hereditas (keturunan/pembawaan)
Hereditas merupakan faktor pertama yang dapat mempengaruhi individu. Dalam hal ini Hereditas merupakan karkteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau sega;la potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak massa konsepsi (pembuahan ovum oleh seperma) sebagai pewaris pihak orang tua melalui gen-gen.15
Mansyur Ali Rajab mengatakan ada lima hal yang dapat diwariskan orang tua kepada anaknya, yaitu:
pertama, pewarisan yang bersifat jasmani, serti warna kulit, bentuk tubuh sifat rambut dan sebagainya.
Kedua, pewarisanyang bersifat intelektual seerti kecerdasan dan kebodohan
Ketiga, pewarisan yang bersifat tingkah laku, seperti lemah lembut atau keras, taat atau durhaka.
Keempat, pewarisan yang bersifat alamiah, yakni pewarisan internal yang dibawa sejak lahir anak tanpa pengaruh dari faktor eksternal
Kelima, pewarisan yang bersifat sosiologis, yaitu pewarisan yang yang dipengaruhi oleh faktor eksternal.16  
15 Syamsu Yusuf, psikologi Perkembangan anak dan Remaja, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hlm.31.
16 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Op. cit, Hlm. 117.




b.      Lingkungan perkembangan
Lingkungan perkembanga ini diartikan sebagai kseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan kepribadian.17 lingkungan perkembangan ini meiputi:
Pertama, lingkungan keluarga.
Karena keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya mengembangkan kepribadian anak. Orang tua yang merawat penuh kasih saying dan mendidik dengan nilai-nilai kehidupan baik itu nilai agama maupun nilai social budaya yang deberikannya merupakan faktor yang kondusif untu mempersiapkan anak menjadi pribadi sekaligus anggota asyarakat yang sehat.
Keluaraga sebai lembaga yang pertama dalm pemenuhan kebutuhan untuk perkembangan kepribadiannya dengan cara perawatan dan perlakuan yang baik dari orangtua, dengan tujuan anak dat terpenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya (fisik-biologis maupun sosio-psikologis).   
Jika kita kaitkan dengan fungsi agama, keluarga dapat berfungsi menanamkan nilai-nilai agama kepada buah hati (anak) supaya sank memiliki pedoman hidup yang benar.
                   Kedua, lingkungan sekolah. 
Lembaga pendidikan yang secara sisitematis melaksanakan program-program bimbinga, pelatihan, yang berfungsi mengembangkan potensi manusia menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun social.
Atau dengan kata lain sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak dalam ara berfikir, bersikap, maupun cara berprilaku.18
                   Ketiga, teman sebaya.
17 Abdul Mujib dan jusuf Mdzakir, Op.cit,hlm. 117.
18 Sarltop wirawan, pengantar umum psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 90.




Peran teman sebaya sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak terutama karena lingkungan sebaya merupakan kelompok suatu kelompok yang baru, yang memiliki cara, norma yang jauh berbeda dari apa yang ada dalam lingkungan keluarganya.19 dari uraian tersebut maka remaja harus memiliki kemampuan pertama dan baru dalam menyesuaikan diri dan dapt dijadikan dasar hubungan social yang lebig luas.
4.      Maksud kepribadian islam
Kepribadian dalam psikologi islam adlah terintegrasinya sistem kalbu, akal dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku.20
Bias dengan kata lain keribadian terbentuk dari:
a.      Adanya sistem kalbu merupakan hakikat manusia yang mengenal dan mengetahui segalanya serta menjadi sasaran perintah dan tuntutan Tuahan.
b.      Sistem akal sebagai daya pikir atau potensi intelejensi.
c.       Sistem nafsu merupakan dorongan agresif disamping juga dorongan yang lembut dan tenag.
Kepribadian islami, yakni tingkah laku seseorang yang menilai baik dan buruknya berdasarkan ajaran agama islam. dan kesemuanya itu menggambarkan kepribadian muslim yang berupa:
a.      Beriman dan bertaqwa
b.      Gemar dan giat beribadah
c.       Berakhlak mulia
d.      Giat menuntut ilmu
e.      Bercita-cita pada dunia dan akhirat21
B.      Tentang pondok pesantren
1.      Definisi pondok pesantren
Kata pondok pesantern terdiri dari dua kata yaitu kata pondok, yang berasal dari kata Funduq (bahasa Arab) yang berarti ruang tidur, wisma, hotel sederhana. Karena
19  Andi Mappiere, Psikologi Remaja, ( Surabaya: Usaha Nasional, 1982), hlm. 157
20 Abdul Mujib dan Jusuf mudzakir, Op. cit, hlm 58
21 Abu Tauhid, beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Fak Tarbiyah, IAIN Sunan Kalijaga, 1990), hlm 58.

Pondok memang temapat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari asal tempatnya. Kata pesantren, yang berasal dari kata santri kemudian ada imbuhan awalan pe- dan akhiran –an yang artinya menunjukkan tepat. Maka pondok pesantern dapat diartikan tempat para santri. Terkadang juga dianggap sebagai gabunga kata sant (manusia baik-baik) dengan suka kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat mendidik untuk mencetak manusia baik-baik.22
Jika ditinjau secara istilah maka pesantren adalah lembaga pendidikan yang cirri-cirinya dipengaruhi oleh dan ditentukan oleh pribadi para pendiri dan pemimpinnya, dan cenderung tidak mengikuti pola atau jenis tertentu.
Dalam paling umum pondok pesantren dibedakan denga pisat ibadah islam (masjid) yang dapat diartikan lembaga pengajaran dan pelajaran ke-islaman.23
2.      Tujuan pendidikan dalm pesantren
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang bernafaskan islam. tentu saja pondok pesantren didirikan tidak terlepas dari nalai-nilai ruh yang ada dalam filsafat pendidikan islam.
untuk mengetahui tujuan pendidika pesantren mari kita terlebih dalu memahami tujuan hidup manusia menurut islam. Al-Qur’an menginformasikan bahwa nmanusia diciptkan dimuka bumi untuk menjadi Abdullah dan khalifah   dimuka bumi ini. Jika demikian tujuan hidup manusia, maka pendidikan di pesantren bertujuan untuk mengembangkan pikiran manusia dan mengatur tingkah laku serta perasaan berdasarkan islam. dan merealisasikan ubudiyah Allah di dalam kehidupan manusia, baik sebagi individu maupun sebagai anggota masyarakat.24
Pondok pesantren juga merupakan tempat wahana pelatihan dalam pengembangan kepribadian. Pengembangan kepribadian ini merupakan usaha terencana untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, ketarmpilan dan sikap yag mencerminkan kedewasaan pribadi guna meraih kondisi yang lebih baik lagi mewujudkan citra diri yang diidam-idamkan.25
Usaha ini dilandasi kesadaran luar bias bahwa manusia sebagai “the self determining being” memiliki kemampuan untuk menentukan apa yang paling baik bagi dirinya dalam rangka mengubah nasibnya menjadi lebih baik.
22 Manfred Ziemek, pesantren dalam perubahan social, (Jakarta: P3M, 1986), hlm. 98, juga Zamakhsyari Dofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3S), hlm. 18.
23 Manfred Ziemek, Op.cit, hlm. 101.
24 Muhammad Busyro, problem pengembangan tradisi Pesantren, dalam: religiusitas IPTEK, Op.cit, hlm 189.
25 Hanna Djumhana Bastama, Op.cit, hlm. 127.

3.      Sistem pendidikan pesantren
a.      Metode pendidikan
Dalam hal ini ada beberapa metode pendidikan yandf dapat berpengaruh pada anak dal upaya mempersiapkan santri secara mental, moral, spiritual dan sosial:
1)      Pendidikan dengan keteladanan
2)      Pendidikan dengan adat istiadat
3)      Pendidikan dengan nasehat
4)      Pendidikan dengan pengawasan
5)      Pendidikan dengan hokum (sanksi).26
Disamping itu menurut Prof. dr. Una kartawisastra ada juga strategi yang digunakan dalam pendidikan, yakni;
            Pertama, strategi tradisional, caranya dengan memberikan nasehat dan indoktrinasi
Kedua, strategi bebas, caranya dengan memberikan kebebasan sepenuhnya kepada pesertadidik untuk memilih dan menentukan sendiri nilai-nilai yang diambil.
Ketiga, strategi memberiakan contoh, yaitu dengan menggunakan tehnik mengajar nilai-nilai yang baik dan buruk serta memberikan contoh tentang sesuatu tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut.
lKeempat, strategi klarifikasi nilai, yaitu proses membantu peserta didik dalam menentukan nilai-nilai yang akan dipilihnya.
            Sedangkan menurut prof. Dr. darmiyati, ada dua metode yang dapat diterapkan untuk strategi pendidikan nilai-nila, yaitu;
Metode langsung, dimulai dengan penentuan prilaku yang dinalai baik, sebagai upaya indoktrinasi berbagai ajaran. Caranya, memusatkan perhatian secara langsung kepada ajaran tersebut, dengan memaparkan, memberikan ilustrasi, mendiskusikan dan mensimulisasi denan mengucapkan dan menghafalkan.
Metode tidak langsung, yaitu tidak dimulai dengan menentukan prilaku yang diinginkan, tetapi dengan menciptakan situasi yang memungkinkan prilaku yang baik dapat dipraktikkan.27
26 abdullah Nashih Ulwan, Kaidah-Kaidah Dasar, (Bandung: P.T. Remaja Roda karya, 1992), hlm. 1.
27 Machfudz Fauzi, permasalahan pendidikan akhlak dalam kurikulum 1997 fakultas dakwah dalam jurnal dakwah, Yogyakarta; Fakultas Dakwah), No. 02, hlm. 58-59.


b.      Metode pemahaman dan pengembangan kepribadian
Berbagai macam metode dan pengembangan pribadi;
a.      Pembiasaan; melakukan suatu perbuatan tau ketrampilan tertentu secara terus menerus dan konsisiten untuk waktu cukup lam,sehingga perbuatan dan ketrampilan benar-benar dikuasai dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan
b.      Peneladanan: mencontohkan pemikiran, sikapi, sifat, dan prilaku dari orang-orang yang dikagumi untuk kemudian mengambil alihnya sebai sikap, sifat dan prilaku pribadi.
c.       Pemahaman: penghayatan dan penerapan: secara sadar berusaha untuk mempelajari dan memahami hal-hal (nilai-nilai, asas, dan prilaku) yang dianggap aik dan bermakana, kemudian berusaha untuk mendalami dan menjiwainya, lalu mencoba menerapkan dala kehidupan sehari-hari.
d.      Ibadah; baik ibadah khusu yaitu shalat, puasa, zakat, haji, maupun ibadah dala arti umum, yakni berbuat kebajikan dengan niat semata-mata karena Alllah.28

28 Hanna Djumhana Bastama, Op.cit, hlm 127.

1 komentar: